Kami
bisa dikatakan sebagai keluarga idealis. Disaat kami sebagai orang tua baru dan
masih harus belajar banyak tentang ini itu, kami masih tetap pada pendirian
untuk tidak menggunakan jasa pengasuh. Padahal saya bekerja, jadi selama saya
kerja Intan sama mbah uti. Kesibukan mbah uti ngasuh Intan dimulai dari usia
Intan 42 hari dan dinamika anak diasuh mbah saat ibunya
bekerja mah gitu. Adaaaa aja, tapi terimakasih tak terhingga buat ibu.
Belum
genap usia Intan 1 tahun, ibu harus merasakan bobok manis di RS. Dan tahun 2016
kemarin 2x ibu opname karena diabetes yang dideritanya. Teman-teman tolong
selipkan doa untuk kesembuhan dan panjang umur ibuku ya. Aamiin. Dengan banyaknya
pertimbangan dan perasaan bersalah seperti kami yang memicu mbah uti capek karena momong Intan, belum
harus bertanggungjawab ngurus mbah koko, dan mengingat kondisi ibu memang harus
banyak istirahat. Akhirnya kami memutuskan untuk menggunakan jasa pengasuh.
Ini
bukan keputusan terpaksa kami, tapi memang jalan inilah satu-satunya dimana
saya masih bisa bekerja dan anak tetap ada yang jagain. Disamping itu saya
ngeman banget ibu saya. Jadi ya sudah, drama pencarian pengasuh pun dimulai. Banyak
juga pertimbangan yang harus kami rundingkan matang-matang. Selain menyoal
kepribadiannya gimana sama anak-anak, kerjaannya, terpenting adalah kami memang masih sangat memperhitungkan
di biaya per bulan. Secara gaji kami masih ~~~~~
Kalau
kata orang nyari pengasuh itu sama susahnya kayak nyari jodoh sih rada-rada
bener. Udah cocok orangnya nanti nggak cocok nominal gajinya. Kalaupun udah
cocok gajinya besoknya galau nggak jadi berangkat. Gitu aja terus. Giliran sudah
dapat ada aja orang nawarin mau jadi pengasuh. Hahaha.. orang mah gitu ya,
klewa-klewo kalau orang Jawa bilang.
Bisa
dibilang memang untuk pengasuhan Intan ini lumayan beda dari tetangga-tetangga
saya. Intan saya boyong ke rumah pengasuhnya demi dekat dengan gentongnya. Iya,
dia sekarang benar-benar nggak mau ngedot dan nggak mau asi perah. Ngucur aja
dari gentongnya. Enaknya memang saya nggak perlu wara-wiri sekolah ke rumah untuk
nenenin Intan, kasihannya itu Intan harus bangun pagi dan rela bolak balik naik
motor ikut saya sekolah. Kalau pagi udara masih dingin-dingin seger, tapi kalau
siang panas. Nggak jarang diperjalanan saya suka nangis karena harus
mengorbankan anak. Belum lagi perkataan orang. Tapi gimana lagi~~~~ *kalian tau apa sama hidup keluarga gue*
Bersyukurnya adalah bapak dan ibu
menyetujui keputusan kami untuk Intan dibawa ke rumah pengasuhnya setiap saya
berangkat kerja. Bersyukurnya lagi adalah Intan berada di keluarga pengasuh
yang memang dia seperti dianggap anak dan adik bagi anak-anaknya ibu pengasuh. Mereka
baiiiiiiiiiiiiiiik banget, meskipun kebaikan dan jasa mereka belum bisa kami
bayar dengan nominal yang layak. Semoga Allah melancarkan rejeki mereka dan
kami. Aamiin.
Sekarang
sudah berjalan sekitar 5 bulan Intan sama ibunya setiap saya ngajar. Dan memang
semua butuh proses termasuk adaptasi saya dan Intan dengan lingkungan baru. Suka
gitu kan ya, ketika masih memilih menjadi working mom, anak terkesan
dikorbankan. Yah.. maafkan mama ya dek. Kamu harus rekoso sekecil ini. Tapi inilah hidup yang harus saya jalai dengan semangat dan sabar. Insyaallah indah pada waktunya.
Udah
ah.. curhatan aja sih intinya mah.Bye daripada mewek.
0 comments